Dengan iming-iming bisa makan duren sepuasnya saya dan Arum memutuskan untuk kerumah Iin di Ambarawa naik motor.
Dengan rekor naik motor jarak jauh yang baru sebatas Solo-Ngroto (Sragen) bisa
dibilang kami cukup nekat dalam mengambil keputusan ini. Tapi, hasrat dolan
yang besar dan keinginan bisa mengunjungi rumah seluruh teman-teman dekat
membuat kami menguatkan tekad. Sore itu, hari minggu setelah cukup istirahat
sepulang dari Karanganyar, saya, Arum dan Iin memulai perjalanan jarak jauh
lintas kota. Setelah membeli bekal dan mengisi bahan bakar, perjalanan tanpa
henti dimulai. Kami memilih jalur Boyolali-Salatiga-Ambarawa
sebagai jalan berangkat. Jalur ini saya pilih karena sebelumnya sudah pernah
melihat dan melewati jalur ini ketika pergi dengan Anak Bawang ke Salatiga,
jalur ini tidak terlalu ramai dengan kendaraan besar dan kondisi jalannya cukup
bagus. Saya menyusuri jalan raya Boyolali sendiri karena Iin membonceng Arum.
Sepanjang jalan ini saya lebih banyak berdzikir karena (serius) saya agak takut
dengan jalanan besar ini :3
Ketika sudah satu jam berkendara, saya merasa
tangan kanan saya sudah amat kesemutan sampai-sampai tidak bisa merasakan
putaran gas di tangan saya, akhirnya saya meminta Arum untuk menepi. Sudah
sampai di Ampel waktu itu, kami berhenti sejenak untuk minum dan ngluruske boyok. Udara semakin
dingin ketika kami memasuki melewati jalan lingkar Salatiga untuk
mencapai Ambarawa. Jalan lingkar ini masih baru dan mulus, cocok untuk para
pengendara yang suka ngebut di jalanan :p
Sudah hampir maghrib ketika kami menginjakkan
kaki untuk pertama kali dirumah Iin. Sungguh perjalanan yang panjang! Setelah
istirahat dan mandi, tujuan kami ke Ambarawa tercapai juga, sepiring penuh
duren dihidangkan untuk kami bertiga :D
Paginya, setelah memanen rambutan di samping
rumah Iin, kami menyusun rencana untuk dolan ke beberapa tempat di Kota
yang dikenal dengan Monumen Palagan Ambarawa-nya itu. Sekitar pukul 9 kami
memutuskan untuk dolan ke Lapas Ambarawa. Kami bukan wisata ke sel tahanan lho
yaaa, kami kesana menilik bangunan tua yang (dulunya) dipakai sebagai Lapas
dibelakang Lapas yang sesungguhnya. Tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di
TKP dan waaaaooowww tempatnya sangat keren!!! Bangunan tua peninggalan sejarah
masih kuat berdiri walaupun tidak dipungkiri ada rusak disana-sini dan tak lagi
utuh seperti dulu. Saat ini, bangunan tesebut digunakan sebagai rumah tinggal
(rumah dinas pegawai Lapas, menurut Iin). Tidak banyak bicara kami segera
jeprat-jepret disana dan menyusuri sudut-sudut Lapas yang romantis itu.
Sayangnya tidak ada tour guide yang bisa menceritakan sejarah lapas di masa
lalu sehingga kami hanya melihat-lihat dan mengambil gambar. Menurut Iin lagi,
bangunan tua ini sering dijadikan tempat pengambilan foto pre-wedding.
Demi kepuasaan pribadi saya mencari info
mengenai Lapas Ambarawa melalui google dan mendapatkan beberapa data. Bangunan
lapas Ambarawa dibangun pada tahun1834 sebagai benteng modern yang dinamai
dengan Benteng Willem I (ada juga yang menyebutnya Benteng Pendem Ambarawa)
yang pengerjaannya rampung pada tahun 1845. Pada umumnya benteng dibangun
dengan prinsip defensif dan kuat namun benteng Willem I dibangun dengan desain
berbeda. Dengan banyak jendela, benteng ini kemungkinan hanya digunakan sebagai
barak militer dan penyimpanan logistik militer. Bangunan ini digunakan sebagai
lapas sejak tahun 1950 sampai sekarang.
Puas melihat-lihat dan berfoto-foto, kami
melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya adalah Museum Kereta Api yang
letaknya tidak jauh dari Lapas Ambarawa tadi, tapi sampai disana ternyata
Museum KA masih ditutup karena sedang renovasi. Akhirnya kami
memutuskan untuk ke Monumen Palagan Ambarawa. Berhubung sudah hampir duhur
akhirnya kami rehat sejenak di warung batagor. Kata Iin, ini adalah tempat
nongkrongnya semasa SMA, hihihi nostalgia rek :p
Selepas sholat, kami segera menuju ke
destinasi selanjutnya yaitu Monumen Palagan Ambarawa. Tidak lengkap rasanya ke
Ambarawa kalau belum ke Palagan, karena monumen ini cukup terkenal. Ternyata
Palagan tidak jauh dari tempat kami nongkrong tadi. Biaya masuk ke monument Rp
4000,- sudah termasuk parkir (harganya menjadi Rp 5000,- jika datang di hari
libur). Monumen ini tidak begitu ramai, hanya ada kami bertiga. Masuk ke museum
Isdiman kami disuguhi seragam dan senjata yang pernah digunakan tentara
Indonesia sewaktu berperang dulu. Melihat seragam seperti itu saya langsung
ingat almarhum Bapak yang dulunya juga tentara. Disana juga dipamerkan
macam-macam selongsong peluru, dirumah ada juga selongsong peluru seperti itu
tetapi lebih kecil ukurannya dan sudah berganti fungsi sebagai asbak.
Setelah melihat-lihat di dalam museum Isdiman
kami keluar. Di luar monumen terdapat tugu tinggi dengan patung pejuang dan
inilah yang disebut dengan monumen Palagan Ambarawa. Di depan monumen
terbentang taman berumput hijau yang enak dipandang. Selain itu terdapat
pesawat tempur, tank, mobil, dan satu buah gerbong kereta yang dipinjam dari
Museum Kereta. Dibelakang monumen Palagan Ambarawa terdapat wahana bermain
untuk anak-anak yaitu halang rintang dan ayunan. Di beberapa sudut terdapat
juga bangku taman yang dapat digunakan untuk beristirahat setelah lelah
berkeliling monumen Palagan Ambarawa.
Lelah berjalan-jalan kami segera pulang untuk
berkemas dan bersiap pulang ke Solo. Setelah ashar kami sudah siap menyusuri
jalanan besar lagi menuju Solo. Jalur pulang kami tidak sama dengan jalur
berangkat, kami memutuskan untuk mengikuti jalur bis kota (jalur kota) dan
sampai di Solo ketika adzan maghrib berkumandang.
Sungguh perjalanan yang luar biasa!!!
Akhirnya saya merasakan perjalanan lintas kota dengan mengendarai motor
sendiri. Dan sekarang, bersiap untuk perjalanan berikutnya umik! XD