Minggu, 29 Maret 2015

Jika mengenai cinta, mengapa aku tak pernah bisa? Mengertimu rasanya bagaikan ilmu yang tak bisa kuberi makna. Entah karena aku tak berdaya atau dirimu yang begitu sempurna. Aku dan kamu mungkin bersua, namun diantara kita ada jeda. Titik yang tak kumengerti mengapa kemudian ada diantara kita. Aku dan kamu bersua pada sebuah kata yang bermakna jarak, dan itu aku yakini membuat kita semakin tak bersama.

Kesempatan itu ada tetapi aku dan kamu tak pernah bisa. Pertemuan demi pertemuan berlalu begitu saja tanpa rasa, tanpa makna, hanya jeda. Hidupku dan hidupmu berada pada jarak yang berbeda. Sungguh jauh kurasa.

Pergilah bersama desiran angin yang menyejukkan, mengalirlah bersama air yang sentiasa menyegarkan. 

Segalanya tak selalu sama dengan yang kita harapkan bukan?


Berlayarlah sejauh mungkin, karena laut membuatmu rindu pada daratan. Berjalanlah, karena pergi membuatmu rindu untuk pulang. Bebaslah, karena sendiri membuatmu rindu untuk berbagi.



Minggu, 15 Maret 2015

trip to Ambarawa :)


Dengan iming-iming bisa makan duren sepuasnya saya dan Arum memutuskan untuk kerumah Iin di Ambarawa naik motor. Dengan rekor naik motor jarak jauh yang baru sebatas Solo-Ngroto (Sragen) bisa dibilang kami cukup nekat dalam mengambil keputusan ini. Tapi, hasrat dolan yang besar dan keinginan bisa mengunjungi rumah seluruh teman-teman dekat membuat kami menguatkan tekad. Sore itu, hari minggu setelah cukup istirahat sepulang dari Karanganyar, saya, Arum dan Iin memulai perjalanan jarak jauh lintas kota. Setelah membeli bekal dan mengisi bahan bakar, perjalanan tanpa henti dimulai. Kami memilih jalur Boyolali-Salatiga-Ambarawa sebagai jalan berangkat. Jalur ini saya pilih karena sebelumnya sudah pernah melihat dan melewati jalur ini ketika pergi dengan Anak Bawang ke Salatiga, jalur ini tidak terlalu ramai dengan kendaraan besar dan kondisi jalannya cukup bagus. Saya menyusuri jalan raya Boyolali sendiri karena Iin membonceng Arum. Sepanjang jalan ini saya lebih banyak berdzikir karena (serius) saya agak takut dengan jalanan besar ini :3

Ketika sudah satu jam berkendara, saya merasa tangan kanan saya sudah amat kesemutan sampai-sampai tidak bisa merasakan putaran gas di tangan saya, akhirnya saya meminta Arum untuk menepi. Sudah sampai di Ampel waktu itu, kami berhenti sejenak untuk minum dan ngluruske boyok. Udara semakin dingin ketika kami memasuki melewati jalan lingkar Salatiga untuk mencapai Ambarawa. Jalan lingkar ini masih baru dan mulus, cocok untuk para pengendara yang suka ngebut di jalanan :p

Sudah hampir maghrib ketika kami menginjakkan kaki untuk pertama kali dirumah Iin. Sungguh perjalanan yang panjang! Setelah istirahat dan mandi, tujuan kami ke Ambarawa tercapai juga, sepiring penuh duren dihidangkan untuk kami bertiga :D

Paginya, setelah memanen rambutan di samping rumah Iin, kami menyusun rencana untuk dolan ke beberapa tempat di Kota yang dikenal dengan Monumen Palagan Ambarawa-nya itu. Sekitar pukul 9 kami memutuskan untuk dolan ke Lapas Ambarawa. Kami bukan wisata ke sel tahanan lho yaaa, kami kesana menilik bangunan tua yang (dulunya) dipakai sebagai Lapas dibelakang Lapas yang sesungguhnya. Tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di TKP dan waaaaooowww tempatnya sangat keren!!! Bangunan tua peninggalan sejarah masih kuat berdiri walaupun tidak dipungkiri ada rusak disana-sini dan tak lagi utuh seperti dulu. Saat ini, bangunan tesebut digunakan sebagai rumah tinggal (rumah dinas pegawai Lapas, menurut Iin). Tidak banyak bicara kami segera jeprat-jepret disana dan menyusuri sudut-sudut Lapas yang romantis itu. Sayangnya tidak ada tour guide yang bisa menceritakan sejarah lapas di masa lalu sehingga kami hanya melihat-lihat dan mengambil gambar. Menurut Iin lagi, bangunan tua ini sering dijadikan tempat pengambilan foto pre-wedding.





Demi kepuasaan pribadi saya mencari info mengenai Lapas Ambarawa melalui google dan mendapatkan beberapa data. Bangunan lapas Ambarawa dibangun pada tahun1834 sebagai benteng modern yang dinamai dengan Benteng Willem I (ada juga yang menyebutnya Benteng Pendem Ambarawa) yang pengerjaannya rampung pada tahun 1845. Pada umumnya benteng dibangun dengan prinsip defensif dan kuat namun benteng Willem I dibangun dengan desain berbeda. Dengan banyak jendela, benteng ini kemungkinan hanya digunakan sebagai barak militer dan penyimpanan logistik militer. Bangunan ini digunakan sebagai lapas sejak tahun 1950 sampai sekarang.

Puas melihat-lihat dan berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya adalah Museum Kereta Api yang letaknya tidak jauh dari Lapas Ambarawa tadi, tapi sampai disana ternyata Museum KA masih ditutup karena sedang renovasi. Akhirnya kami memutuskan untuk ke Monumen Palagan Ambarawa. Berhubung sudah hampir duhur akhirnya kami rehat sejenak di warung batagor. Kata Iin, ini adalah tempat nongkrongnya semasa SMA, hihihi nostalgia rek :p

Selepas sholat, kami segera menuju ke destinasi selanjutnya yaitu Monumen Palagan Ambarawa. Tidak lengkap rasanya ke Ambarawa kalau belum ke Palagan, karena monumen ini cukup terkenal. Ternyata Palagan tidak jauh dari tempat kami nongkrong tadi. Biaya masuk ke monument Rp 4000,- sudah termasuk parkir (harganya menjadi Rp 5000,- jika datang di hari libur). Monumen ini tidak begitu ramai, hanya ada kami bertiga. Masuk ke museum Isdiman kami disuguhi seragam dan senjata yang pernah digunakan tentara Indonesia sewaktu berperang dulu. Melihat seragam seperti itu saya langsung ingat almarhum Bapak yang dulunya juga tentara. Disana juga dipamerkan macam-macam selongsong peluru, dirumah ada juga selongsong peluru seperti itu tetapi lebih kecil ukurannya dan sudah berganti fungsi sebagai asbak.







Setelah melihat-lihat di dalam museum Isdiman kami keluar. Di luar monumen terdapat tugu tinggi dengan patung pejuang dan inilah yang disebut dengan monumen Palagan Ambarawa. Di depan monumen terbentang taman berumput hijau yang enak dipandang. Selain itu terdapat pesawat tempur, tank, mobil, dan satu buah gerbong kereta yang dipinjam dari Museum Kereta. Dibelakang monumen Palagan Ambarawa terdapat wahana bermain untuk anak-anak yaitu halang rintang dan ayunan. Di beberapa sudut terdapat juga bangku taman yang dapat digunakan untuk beristirahat setelah lelah berkeliling monumen Palagan Ambarawa.

Lelah berjalan-jalan kami segera pulang untuk berkemas dan bersiap pulang ke Solo. Setelah ashar kami sudah siap menyusuri jalanan besar lagi menuju Solo. Jalur pulang kami tidak sama dengan jalur berangkat, kami memutuskan untuk mengikuti jalur bis kota (jalur kota) dan sampai di Solo ketika adzan maghrib berkumandang.


Sungguh perjalanan yang luar biasa!!! Akhirnya saya merasakan perjalanan lintas kota dengan mengendarai motor sendiri. Dan sekarang, bersiap untuk perjalanan berikutnya umik! XD